Indonesia Harusnya Mindful: Perdagangan Global Kini Mengancam

Indonesia harus waspada. Di balik proyek Cina dan perang dagang Amerika, ada ancaman perdagangan global yang bisa menggerus kedaulatan ekonomi nasional.

4/19/20252 min read

Globe (Unplash@kyleglen)
Globe (Unplash@kyleglen)

Hikmah Story – Banyak yang bertanya, “Apakah sekarang Cina jadi negara baik dan Amerika jadi negara jahat?”

Tapi menurut Leonard Hartono dilansir dari youtube pribadinya, pertanyaannya keliru. Dunia tidak dibagi antara yang baik dan yang jahat. Yang ada hanyalah negara-negara yang mementingkan kepentingannya sendiri.

Dan dalam konteks perdagangan global saat ini, sikap mindful waspada dan sadar penuh harusnya jadi pegangan Indonesia, sebelum ikut terseret dalam pusaran adu kepentingan dua kekuatan besar dunia: Amerika Serikat dan Cina.

Semua Negara Mikirin Dirinya Sendiri

Sejak tahun 1980-an, pendapatan per kapita Cina naik drastis dari USD 200 jadi ribuan dolar. Amerika pun demikian, dari USD 12.000 ke puluhan ribu dolar saat ini. Tapi angka itu bukan muncul begitu saja. Semua dicapai karena pemerintah mereka benar-benar memikirkan kepentingan nasionalnya secara strategis dan jangka panjang.

Ketika satu negara fokus pada kepentingan sendiri, otomatis negara-negara lain bisa ikut merasakan efeknya ada yang naik bersama, ada juga yang jadi korban.

Belt and Road Initiative: Kepentingan Cina Dulu, Bukan Sedekah

Cina punya program besar bernama One Belt One Road (OBOR) atau sekarang disebut BRI (Belt and Road Initiative). Ini bukan program bantuan sosial global, tapi strategi geopolitik besar-besaran untuk:

  1. Menyerap kelebihan kapasitas industri Cina

  2. Mengamankan pasokan bahan impor strategis seperti bauksit, kedelai, minyak, dan gas

  3. Menambah pengaruh geopolitik di wilayah yang selama ini tak dilirik Amerika

Lewat pembangunan infrastruktur darat (Silk Road Economic Belt) dan laut (Maritime Silk Road), Cina ingin memperkuat ekspor dan mengurangi ketergantungan terhadap negara tertentu.

Lalu, di Mana Posisi Indonesia?

Indonesia sudah kecipratan dari investasi Cina sebut saja proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau kawasan industri di Morowali. Tapi yang harus diwaspadai adalah, apakah kita hanya jadi penerima pasif, atau kita ikut mengamankan kepentingan nasional kita juga?

Karena di balik investasi, selalu ada bunga, skema utang, dan konsekuensi jangka panjang. Banyak negara lain sudah merasa “kesakitan” akibat jebakan utang BRI.

Amerika vs Cina: Bukan Soal Saling Benci, Tapi Saling Hitung Untung-Rugi

Amerika juga bukan malaikat. Perang dagang yang dimulai sejak era Trump menunjukkan bahwa mereka juga menjaga kepentingan nasional dengan keras tarif naik, ekspor ditekan, dan akhirnya muncul retaliasi dari Cina.

Tapi sekarang, situasinya sudah berubah. Cina sudah lebih kuat, lebih siap, dan lebih diversified. Mereka tidak lagi bergantung penuh pada pasar Amerika.

Justru mereka dorong ekspor ke ASEAN dan Eropa, serta bangun inovasi dalam negeri dari semikonduktor, AI, hingga energi terbarukan.

Saatnya Indonesia Belajar Bukan Cuma Jadi Pasar

Dunia ini keras. Kalau negara lain serius memikirkan rakyatnya, kenapa kita malah sibuk korupsi dan mikirin dompet sendiri?

Dari Cina, kita belajar bahwa proteksi bisa melahirkan inovasi. Lihat saja bagaimana mereka blokir Google, WhatsApp, Facebook, lalu bangun alternatif sendiri.

Sementara di Indonesia? Kita sering terlalu terbuka tanpa strategi.

Jadi Negara Kuat Itu Butuh Rencana Panjang, Bukan Sekadar Slogan

Kalau kita ingin ikut “naik bersama” di arus perdagangan global, Indonesia harus lebih dari sekadar penerima investasi. Kita harus mindful sadar, terencana, dan berani menolak kalau itu merugikan jangka panjang.